BUKU TAMU

Statistik Kunjungan

online counter
Darusy Syafiiyah. Diberdayakan oleh Blogger.
SELAMAT DATANG DI BLOG PP.DARUSY SYAFIIYAH RANTAU PURI KM.46 MUARA BULIAN JAMBI

Junub & Mandi

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Jinabat / Junub Adalah Suatu istilah untuk menyebut seseorang yang berhadast Besar, adapun sebab-sebab seseorang terkena " Hadast Besar " adalah :
1. Bertemunya Dua Kemaluan ( Bersetubuh )
2. Mengeluarkan Air Mani ( Sperma )
3. Haid
4. Nifas
5. Wiliadah

sedangkan cara untuk mensucikan Hadast Besar Sudah kita Ketahui dengan Cara " Mandi "
berikut Tuntunan Rosulullah Tentang Hukum Junub dan Tata Cara Mandi

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلْمَاءُ مِنْ اَلْمَاءِ )  رَوَاهُ مُسْلِم وَأَصْلُهُ فِي اَلْبُخَارِيّ
Dari Abu said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Air itu dari air." Riwayat Muslim yang berasal dari Bukhari.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا اَلْأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ اَلْغُسْلُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه
زَادَ مُسْلِمٌ: وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang laki-laki duduk di antara empat bagian (tubuh) wanita lalu mencampurinya maka ia telah wajib mandi." Muttafaq Alaihi.
Riwayat Muslim menambahkan: "Meskipun ia belum mengeluarkan (air mani)."

وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى الْمَرْأَةِ تَرَى فِى مَنَامِهَا مَايَرَى الرَّجُلُ - قَالَ : ( تَغْتَسِلُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
زَادَ مُسْلِمٌ: فَقَالَتْ أُمُّ سُلَيْم ٍ ( وَهَلْ يَكُونُ هَذَا قَالَ: نَعَمْ فَمِنْ أَيْنَ يَكُونُ اَلشَّبَهُ )
Anas Radliyallahu 'Anhu berkata: Rasulallah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda tentang perempuan yang bermimpi sebagaimana yang dimimpikan oleh laki-laki, maka sabdanya, "Ia wajib mandi." Hadits riwayat Muttafaqun 'Alaih
Imam Muslim menambahkan: Ummu Salamah bertanya: Adakah hal ini terjadi؟ Nabi menjawab: "Ya lalu darimana datangnya persamaan؟"

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَغْتَسِلُ مِنْ أَرْبَعٍ: مِنْ اَلْجَنَابَةِ وَيَوْمَ اَلْجُمُعَةِ وَمِنْ اَلْحِجَامَةِ وَمِنْ غُسْلِ اَلْمَيِّتِ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَة
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasanya mandi karena empat hal: jinabat hari Jum'at berbekam dan memandikan mayit. Riwayat Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ( -فِي قِصَّةِ ثُمَامَةَ بْنِ أُثَالٍ عِنْدَمَا أَسْلَم- وَأَمَرَهُ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَغْتَسِلَ )  رَوَاهُ عَبْدُ اَلرَّزَّاق ِ وَأَصْلُهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu tentang kisah tsamamah Ibnu Utsal ketika masuk Islam Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruhnya mandi. Riwayat Abdur Rozaq dan asalnya Muttafaq Alaihi.

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( غُسْلُ اَلْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ )  أَخْرَجَهُ اَلسَّبْعَة ُ
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Mandi hari Jum'at itu wajib bagi setiap orang yang telah bermimpi (baligh." Riwayat Imam Tujuh. 

وَعَنْ سَمُرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ وَمَنْ اِغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ وَحَسَّنَهُ اَلتِّرْمِذِيّ
Dari Samurah Ibnu Jundab Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang berwudlu pada hari Jum'at berarti telah menjalankan sunnah dan sudah baik dan barangsiapa yang mandi maka itu lebih utama." Riwayat Imam Tujuh dan dinilai hasan oleh Tirmidzi.

وَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُقْرِئُنَا اَلْقُرْآنَ مَا لَمْ يَكُنْ جُنُبًا )  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ وَهَذَا لَفْظُ اَلتِّرْمِذِيِّ وَحَسَّنَةُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّان
Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu membaca Al-Qur'an pada kami selama beliau tidak junub. Riwayat Imam Tujuh dan lafadznya dari Tirmidzi. Hadits ini shahih menurut Tirmidzi dan hasan menurut Ibnu Hibban.

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ بَيْنَهُمَا وُضُوءًا )  رَوَاهُ مُسْلِم
زَادَ اَلْحَاكِمُ: ( فَإِنَّهُ أَنْشَطُ لِلْعَوْدِ )
وَلِلْأَرْبَعَةِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَنَامُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَمَسَّ مَاءً )  وَهُوَ مَعْلُول
Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu mendatangi istrinya (bersetubuh) kemudian ingin mengulanginya lagi maka hendaklah ia berwudlu antara keduanya." Hadits riwayat Muslim.
Hakim menambahkan: "Karena wudlu itu memberikan semangat untuk mengulanginya lagi."
Menurut Imam Empat dari 'Aisyah r.a dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah tidur dalam keadaan junub tanpa menyentuh air. Hadits ini ma'lul.

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا اِغْتَسَلَ مِنْ اَلْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ ثُمَّ يَأْخُذُ اَلْمَاءَ فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ اَلشَّعْرِ ثُمَّ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم
وَلَهُمَا فِي حَدِيثِ مَيْمُونَةَ: ( ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى فَرْجِهِ فَغَسَلَهُ بِشِمَالِهِ ثُمَّ ضَرَبَ بِهَا اَلْأَرْضَ ) وَفِي رِوَايَةٍ: ( فَمَسَحَهَا بِالتُّرَابِ )
وَفِي آخِرِهِ: ( ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ )  فَرَدَّهُ وَفِيهِ: ( وَجَعَلَ يَنْفُضُ الْمَاءَ بِيَدِهِ )
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Biasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam jika mandi karena jinabat akan mulai dengan membersihkan kedua tangannya kemudian menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri lalu mencuci kemaluannya kemudian berwudlu lalu mengambil air kemudian memasukkan jari-jarinya ke pangkal-pangkal rambut lalu menyiram kepalanya tiga genggam air kemudian mengguyur seluruh tubuhnya dan mencuci kedua kakinya. Muttafaq Alaihi dan lafadznya dari Muslim.
Menurut Riwayat Bukhari-Muslim dari hadits Maimunah: Kemudian beliau menyiram kemaluannya dan membasuhnya dengan tangan kiri lalu menggosok tangannya pada tanah.
Dalam suatu riwayat: Lalu beliau menggosok tangannya dengan debu tanah. Di akhir riwayat itu disebutkan: Kemudian aku memberikannya saputangan namun beliau menolaknya. Dalam hadits itu disebutkan: Beliau mengeringkan air dengan tangannya.

وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( قُلْتُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ إِنِّي اِمْرَأَةٌ أَشُدُّ شَعْرَ رَأْسِي أَفَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ اَلْجَنَابَةِ؟ وَفِي رِوَايَةٍ: وَالْحَيْضَةِ؟ فَقَالَ: لَا إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِي عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ )  رَوَاهُ مُسْلِم
Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku bertanya wahai Rasulullah sungguh aku ini wanita yang mengikat rambut kepalaku. Apakah aku harus membukanya untuk mandi jinabat؟ Dalam riwayat lain disebutkan: Dan mandi dari haid؟ Nabi menjawab: "Tidak tapi kamu cukup mengguyur air di atas kepalamu tiga kali." Riwayat Muslim.

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِنِّي لَا أُحِلُّ اَلْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلَا جُنُبٌ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَة
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi orang yang sedang haid dan junub." Riwayat bu Dawud dan hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah.

وَعَنْهَا قَالَتْ: ( كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ تَخْتَلِفُ أَيْدِينَا فِيهِ مِنَ اَلْجَنَابَةِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِزَادَ اِبْنُ حِبَّانَ: وَتَلْتَقِي
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu pula dia berkata: Aku pernah mandi dari jinabat bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dengan satu tempat air tangan kami selalu bergantian mengambil air. Muttafaq Alaihi. Ibnu Hibban menambahkan: Dan tangan kami bersentuhan.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ تَحْتَ كُلِّ شَعْرَةٍ جَنَابَةً فَاغْسِلُوا اَلشَّعْرَ وَأَنْقُوا اَلْبَشَرَ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَاه
وَلِأَحْمَدَ عَنْ عَائِشَةَ نَحْوُهُ وَفِيهِ رَاوٍ مَجْهُول
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya di bawah setiap helai rambut terdapat jinabat. Oleh karena itu cucilah rambut dan bersihkanlah kulitnya." Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi dan keduanya menganggap hadits ini lemah.

Menurut Ahmad dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu terdapat hadits serupa. Namun ada perawi yang tidak dikenal
Baca Selengkapnya


ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين

Tata Cara/Adab Buang air dalam islam

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم


Maha Benar allah Dengan Segala Firmannya......
Islam adalah agama yang sempurna,dan agama yang diridhoi oleh allah, islam tidak hanya berbicara masalah Aqidah, 'ubudiah lebih dari itu itu islam mengajarkan kita seluruh aspek kehidupan dalam dua dimensi ( baca; dunia dan akhirat ), diutusnya rosul adalah rahmat bagi seluruh alam,raulullah tidak hanya mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan ukhrowi akan tetapi beliau juga mengajarkan tentang duniawiyah ( kebersihan, kesehatan dsb ) bahkan hal-hal yang bersifat duniawi akan bernilai ukhrowi bagi yang menjalankannya sesuai tuntunan rosulullah...

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ اَلْخَلَاءَ وَضَعَ خَاتَمَهُ )  أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ وَهُوَ مَعْلُول
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila masuk kakus (WC) beliau menanggalkan cincinnya. Diriwayatkan oleh Imam Empat tetapi dianggap ma'lul.

وَعَنْهُ قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ اَلْخَلَاءَ قَالَ: اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ اَلْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ )  أَخْرَجَهُ اَلسَّبْعَة
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila masuk kakus beliau berdo'a: "Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hal-hal yang keji dan kotor." Dikeluarkan oleh Imam Tujuh.

وَعَنْهُ قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَدْخُلُ اَلْخَلَاءَ فَأَحْمِلُ أَنَا وَغُلَامٌ نَحْوِي إِدَاوَةً مِنْ مَاءٍ وَعَنَزَةً فَيَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Pernah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam masuk ke kakus lalu aku dan seorang pemuda yang sebaya denganku membawakan bejana berisi air dan sebatang tongkat kemudian beliau bersuci dengan air tersebut. Muttafaq Alaihi.

عَنْ اَلْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( قَالَ لِي اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم خُذِ اَلْإِدَاوَةَ فَانْطَلَقَ حَتَّى تَوَارَى عَنِّي فَقَضَى حَاجَتَهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Dari Al-Mughirah Ibnu Syu'bah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda padaku: "Ambillah bejana itu." Kemudian beliau pergi hingga aku tidak melihatnya lalu beliau buang air besar. Muttafaq Alaihi.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اِتَّقُوا اَللَّاعِنِينَ: اَلَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ اَلنَّاسِ أَوْ فِي ظِلِّهِمْ )  رَوَاهُ مُسْلِم 
زَادَ أَبُو دَاوُدَ عَنْ مُعَاذٍ ( وَالْمَوَارِدَ )
وَلِأَحْمَدَ; عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: ( أَوْ نَقْعِ مَاءٍ )  وَفِيهِمَا ضَعْف
أَخْرَجَ اَلطَّبَرَانِيُّ اَلنَّهْيَ عَن ْ تَحْتِ اَلْأَشْجَارِ اَلْمُثْمِرَةِ وَضَفَّةِ اَلنَّهْرِ الْجَارِي. مِنْ حَدِيثِ اِبْنِ عُمَرَ بِسَنَدٍ ضَعِيف
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jauhkanlah dirimu dari dua perbuatan terkutuk yaitu suka buang air di jalan umum atau suka buang air di tempat orang berteduh." Riwayat Imam Muslim
Abu Dawud menambahkan dari Muadz r.a: "Dan tempat-tempat sumber air." Lafadznya ialah: "Jauhkanlah dirimu dari tiga perbuatan terkutuk yaitu buang air besar di tempat-tempat sumber air di tengah jalan raya dan di tempat perteduhan."
Dalam riwayat Ahmad Ibnu Abbas r.a: "Atau di tempat menggenangnya air." Dalam kedua hadits di atas ada kelemahan.
Imam Thabrani mengeluarkan sebuah hadits yang melarang buang air besar di bawah pohon berbuah dan di tepi sungai yang mengalir. Dari hadits Ibnu Umar dengan sanad yang lemah.

وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا تَغَوَّطَ اَلرَّجُلَانِ فَلْيَتَوَارَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَنْ صَاحِبِهِ وَلَا يَتَحَدَّثَا. فَإِنَّ اَللَّهَ يَمْقُتُ عَلَى ذَلِكَ )  رَوَاهُ. وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلسَّكَنِ وَابْنُ اَلْقَطَّانِ وَهُوَ مَعْلُول
Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila dua orang buang air besar maka hendaknya masing-masing bersembunyi dan tidak saling berbicara sebab Allah mengutuk perbuatan yang sedemikian." Diriwayatkan oleh Ahmad hadits shahih menurut Ibnus Sakan dan Ibnul Qathan. Hadits ini ma'lul.

وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ وَهُوَ يَبُولُ وَلَا يَتَمَسَّحْ مِنْ اَلْخَلَاءِ بِيَمِينِهِ وَلَا يَتَنَفَّسْ فِي اَلْإِنَاءِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم
Dari Abu Qotadah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan ketika sedang kencing jangan membersihkan bekas kotorannya dengan tangan kanan dan jangan pula bernafas dalam tempat air." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim.

وَعَنْ سَلْمَانَ رضي الله عنه قَالَ: ( لَقَدْ نَهَانَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم "أَنْ نَسْتَقْبِلَ اَلْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ عَظْمٍ" )  رَوَاهُ مُسْلِم
وَلِلسَّبْعَةِ مِنْ حَدِيثِ أَبِي أَيُّوبَ رضي الله عنه ( لَا تَسْتَقْبِلُوا اَلْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ وَلَا بَوْلٍ وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا )
Salman Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam benar-benar telah melarang kami menghadap kiblat pada saat buang air besar atau kecil atau ber-istinja' (membersihkan kotoran) dengan tangan kanan atau beristinja' dengan batu kurang dari tiga biji atau beristinja' dengan kotoran hewan atau dengan tulang. Hadits riwayat Muslim.
Hadits menurut Imam Tujuh dari Abu Ayyub Al-Anshari Radliyallaahu 'anhu berbunyi: "Janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau barat."

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ أَتَى اَلْغَائِطَ فَلْيَسْتَتِرْ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُد
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang hendak buang air hendaklah ia membuat penutup." Riwayat Abu Dawud.

وَعَنْهَا; ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا خَرَجَ مِنْ اَلْغَائِطِ قَالَ: "غُفْرَانَكَ" )  أَخْرَجَهُ اَلْخَمْسَةُ. وَصَحَّحَهُ أَبُو حَاتِمٍ وَالْحَاكِم
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam jika telah keluar dari buang air besar beliau berdo'a: "Aku mohon ampunan-Mu." Diriwayatkan oleh Imam Lima. Hadits shahih menurut Abu Hatim dan Hakim.

وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ: ( أَتَى اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم اَلْغَائِطَ فَأَمَرَنِي أَنْ آتِيَهُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ وَلَمْ أَجِدْ ثَالِثًا. فَأَتَيْتُهُ بِرَوْثَةٍ. فَأَخَذَهُمَا وَأَلْقَى اَلرَّوْثَةَ وَقَالَ: "هَذَا رِكْسٌ" )  أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيّ ُ. زَادَ أَحْمَدُ وَاَلدَّارَقُطْنِيُّ: ( ائْتِنِي بِغَيْرِهَا
Ibnu Mas'u d Radliyallaahu 'anhu berkata: "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam hendak buang air besar lalu beliau menyuruhku untuk mengambilkan tiga biji batu kemudian saya hanya mendapatkan dua biji dan tidak menemukan yang ketiga. Lalu saya membawakan kotoran binatang. Beliau mengambil dua biji batu tersebut dan membuang kotoran binatang seraya bersabda: "Ini kotoran menjijikkan." Diriwayatkan oleh Bukhari. Ahmad dan Daruquthni menambahkan: "Ambilkan aku yang lain."

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى "أَنْ يُسْتَنْجَى بِعَظْمٍ أَوْ رَوْثٍ" وَقَالَ: "إِنَّهُمَا لَا يُطَهِّرَانِ" )  رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ وَصَحَّحَه
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang untuk beristinja' dengan tulang atau kotoran binatang dan bersabda: "Keduanya tidak dapat mensucikan." Riwayat Daruquthni dan hadits ini dinilai shahih.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اِسْتَنْزِهُوا مِنْ اَلْبَوْلِ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْهُ )  رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيّ
وَلِلْحَاكِمِ: ( أَكْثَرُ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْ اَلْبَوْلِ )  وَهُوَ صَحِيحُ اَلْإِسْنَاد
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sucikanlah dirimu dari air kencing karena kebanyakan siksa kubur itu berasal darinya." Riwayat Daruquthni.
Menurut riwayat Hakim: "Kebanyakan siksa kubur itu disebabkan (tidak membasuh) air kencing." Hadits ini sanadnya shahih.

وَعَنْ سُرَاقَةَ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: ( عَلَّمْنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي اَلْخَلَاءِ: " أَنَّ نَقْعُدَ عَلَى اَلْيُسْرَى وَنَنْصِبَ اَلْيُمْنَى" )  رَوَاهُ اَلْبَيْهَقِيُّ بِسَنَدٍ ضَعِيف
Suraqah Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajari kami tentang cara buang air besar yaitu agar kami duduk di atas kaki kiri dan merentangkan kaki kanan. Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang lemah.

وَعَنْ عِيسَى بْنِ يَزْدَادَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلْيَنْثُرْ ذَكَرَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ )  رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَه بِسَنَدٍ ضَعِيف
Dari Isa Ibnu Yazdad dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah saw bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu telah selesai buang air kecil maka hendaknya ia mengurut kemaluannya tiga kali." Riwayat Ibnu Majah dengan sanad yang lemah.

وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَأَلَ أَهْلَ قُبَاءٍ فَقَالُوا: إِنَّا نُتْبِعُ اَلْحِجَارَةَ اَلْمَاءَ )  رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ بِسَنَدٍ ضَعِيف وَأَصْلُهُ فِي أَبِي دَاوُدَ وَاَلتِّرْمِذِيّ
وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه بِدُونِ ذِكْرِ اَلْحِجَارَة
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah bertanya kepada penduduk Quba beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah memuji kamu sekalian." Mereka berkata: Sesungguhnya kami selalu beristinja' dengan air setelah dengan batu. Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dengan sanad yang lemah. Asal hadits ini ada dalam riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi.
Hadits tersebut dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah dari hadits Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu tanpa menyebut istinja' dengan batu


Baca Selengkapnya


ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين

Walimatul 'Ursy

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم



Panduan Menyelenggarakan Walimah
Thu, 28 Feb 2013 10:58 - 753
Assalamu 'alaikum wr. wb.

Semoga Allah SWT selalu memberikan keberkahan kepada Ustadz dan Rumah Fiqih Indonesia.

Afwan ustadz, singkat saja. Sebentar lagi saya ingin menikah dan mengadakan pesta walimah. Mohon nasehat dan petunjuk tentang walimah dalam syariah Islam :

1. Pengertian dan makna walimah itu sendiri apa ya ustadz?

2. Lalu apa hukumnya bagi kita yang menikah, apakah memang wajib menggelar pesta walimah atau hanya sunnah saja. Sebab kalau sudah akad nikah sudah halal kan?

3. Sebenarnya apa saja tujuan diselenggarakannya walimah?

4. Nasehat apa yang perlu saya catat untuk saya hindari agar jangan sampai dalam menyelenggarakannya bertentangan dengan garis syariah.

Itu saja ustadz, semoga cepat dijawab, Terima kasih jazakallah.

Wassalam


Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
A. Pengertian  Walimah

Kata walimah diambil dari kata Al-Walamu yang maknanya adalah pertemuan. Sebab kedua mempelai melakukan pertemuan. Sedangkan secara istilah adalah hidangan / santapan yang disediakan pada pernikahan.

Di dalam kamus disebutkan bahwa walimah itu adalah makanan pernikahan atau semua makanan yang untuk disantap para undangan.
B. Hukum Menyelenggarakan Walimah
Jumhur ulama mengatakan bahwa mengadakan acara walimah pernikahan adalah sunah muakkadah. Dalilnya adalah hadits-hadits Rasulullah SAW berikut ini :
أَنَّهُ  أَوْلَمَ عَلَى صَفِيَّةَ بِتَمْرٍ وَسَمْنٍ وَأَقِطٍ
Rasulullah SAW mengadakan walimah untuk Shafiyah dengan hidangan kurma, minyak dan aqt. (HR. Bukhari)
أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Undanglah orang makan walau pun hanya dengan hidangan seekor kambing (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Buraidah ra berkata bahwa ketika ali bin Abi Thalib melamar Fatimah ra, Rasulullah SAW bersabda,
"Setiap pernikahan itu harus ada walimahnya. (HR. Ahmad)
Al-Hafiz Ibnu Hajar mengomentari hadits ini dengan ungkapan la ba'sa bihi
C. Tujuan Diselenggarakannya Walimah

Para ulama menyebutkan bahwa setidaknya ada tiga tujuan dari diselenggarakannya pesta walimah, kalau dilihat dari kacamata hukum Islam
1. Pemberitahuan
Tujuan utama pesta walimah sebenarnya sekedar memberitahukan kepada khalayak bahwa pasangan pengantin ini telah resmi menikah.
2. Ajang Mendoakan
Tujuan kedua adalah sebagai ajang para tamu yang hadir ikut mendoakan kedua pasangan ini, agar mendapatkan keberkahan dari Allah SWT serta menjadi pasangan yang saling menguatkan dalam iman.
Selain itu juga agar mereka mendapatkan ketentraman hari, rejeki yang banyak dan berkah, serta agar segera mendapatkan keturunan  yang shalih dan shalihah.
3. Ungkapan Rasa Syukur
Sedangkan tujuan ketiga, tentu sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan segala pemberian dari-Nya.
D. Yang Harus Diperhatikan Dalam Penyelenggaraan Walimah
Sebagai muslim yang taat menjalankan agama, ketika menggelar acara walimah tentu harus mematuhi rambu-rambu syariah Islam.
Dalam prakteknya, sering kita dapati orang begitu semangat untuk mengadaan pesta walimah, terkadang sampai melewati batas kewajaran dan mulai memasuki wilayah yang sebenarnya tidak lagi sesuai dengan rambu-rambu syariah.
1. Jangan Berlebihan dan Boros
Perintah walimah dengan makan-makan tentu tidak berarti kita dibenarkan untuk menghambur-hamburkan harta. Sebab orang yang menghambur-hamburkan harta termasuk saudaranya syetan.
Kesan yang seringkali timbul dalam penyelenggaraan pesta walimah adalah memaksakan diri untuk kemegahannya, tanpa berpikir bahwa semua itu ada batasnya.
Dan bila batas wajar itu terlewati, maka di depan ada larangan yang menghadang, yaitu sikap boros yang dikaitkan oleh Allah SWT sebagai saudaranya setan. Demikian firman Allah SWT di dalam kitab-Nya :
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra` : 27)
2. Bukan Untuk Gengsi
Apalagi bila tujuannya sekedar gengsi dan ingin dianggap sebagai orang yang mampu, padahal semua itu dengan berhutang. Tidak perlu mengejar gengsi dan sebutan orang, juga jangan merasa menjadi dianggap pelit oleh orang lain.
Kita keluarkan harta untuk walimah semampunya dan sesanggupnya. Kalau tidak ada, tidak perlu diada-adakan. Sebab yang penting acara walimahnya bisa berjalan, karena memang anjuran dari Rasulullah SAW.
3. Tidak Mengharapkan Amplop atau Kado
Dalam kenyataannya, hal yang termasuk perlu kita kritisi adalah sikap mengharapkan adanya hadiah baik berupa kado, angpau atau amplop berisi uang dari para tamu yang hadir.
Seolah-olah digelarnya acara walimah semata-mata mengharapkan 'bantuan' finansial dari hadiah dan amplop tersebut.
Sayangnya hal itu terjadi sudah turun temurun, sehingga seolah-olah berlaku hukum bahwa siapa yang tidak punya uang untuk amplop yang diserahkan kepada petugas penerima tamu di depan, maka tidak boleh datang menghadiri pesta walimah.
Dan kalau menghadiri walimah tanpa membawa uang, seolah-olah dianggap kurang sopan dan tidak tahu diri. Itulah kesepakatan yang tidak tertulis dari semua orang, padahal sebenarnya hal itu sudah merupakan pergeseran dari tujuan digelarnya walimah yang sebenarnya.
Seharusnya kalau memang tidak mampu mengundang makan-makan, karena dananya terbatas, terima saja dan tidak harus memaksakan diri. Sebab kalau sampai 'mengemis' kepada tetamu, justru malah seharusnya kehilangan harga diri.
Tetapi hari ini rasa malu dan jatuhnya harga diri sudah tidak ada lagi. Bahkan dengan tidak malu-malu dituliskan di kartu undangan sebuah pesan yang intinya tamu jangan bawa kado, tapi bawa uangnya saja, biar tidak tekor alias rugi.
4. Hendaknya Dengan Mengundang Fakir Miskin
Juga jangan sampai walimah itu menjadi sebuah hidangan makan yang terburuk, yaitu dengan mengkhususkan hanya orang kaya saja dengan melupakan orang miskin. Maka sungguh acara walimah seperti itu adalah walimah yang paling jahat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأْغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ، وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Makanan yang paling jahat adalah makanan walimah. Orang yang butuh makan (si miskin) tidak diundang dan yang diundang malah orang yang tidak butuh (orang kaya). (HR. Muslim)
Inilah walimah yang paling jahat dan alangkah sedihnya bila orang-orang miskin malah tidak dapat tempat, karena si empunya hajat hanya mengundang mereka yang perutnya sudah buncit saja. Maka marilah kita biasakan membuat acara walimah meski pun hanya sederhana saja.
5. Menghormati Waktu Shalat
Pemandangan amat ironis yang sering kita lihat setiap saat adalah sebuah pesta walimah yang digelar di ruang serba guna sebuah masjid. Tatkala adzan berkumandang, iqamat dilantunkan, shalat berjamaah dilaksanakan oleh imam rawatib, pesta walimah terus berlangsung. Ibarat anjing menggonggong kafilah berlalu.
Mereka yang shalat berjamaah ikut shalat berjamaah, tetapi mereka yang asyik dengan pesta walimah juga tetap khusyu’ dengan acara pesta. Sayangnya, yang shalat berjamaah hanya sebaris shaf saja, sementara yang pesta walimahan membeludak, musik tetap mengalun, acara tetap berlangsung.
Seharusnya ada kompromi antara pihak penyelenggara pesta walimah dengan imam masjid. Apakah pestanya diselingi dengan shalat berjamaah terlebih dahulu, ataukah shalatnya yang ditunda karena ada kegiatan.
Kedua-duanya bisa dipilih, asalkan ada kesepakatan antara imam masjid dengan pihak penanggung jawab acara. Misalnya, pilihan dijatuhkan untuk menyelingi acara walimah dengan shalat berjamaah, maka pimpinan acara mengumumkan bahwa seluruh hadirin diminta untuk melaksanakan shalat berjamaah di dalam masjid, acara sementara dihentikan untuk shalat berjamaah. Pilihan ini jauh lebih syar’i dari pada bikin walimahan pakai hijab yang masih khilafiyah hukumnya.
Tetapi bila pilihan dijatuhkan pada bentuk yang kedua, maka atas dasar wewenang imam masjid, shalat berjamaah ditunda barang beberapa waktu hingga pesta walimah usai. Setelah itu para hadirin tetap diajak dan dihimbau untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid itu.
Misalnya pesta walimah baru selesai jam 13.30 siang, maka diumumkan oleh imam masjid bahwa shalat berjamaah Dzhuhur di masjid itu akan ditunda hingga jam 13.30 siang itu, dan kepada hadirin silahkan meneruskan acara walimah itu dengan tenang.
Nanti bila telah mendekati jamnya, semua diajak untuk segera melaksanakan shalat Dzhuhur berjamaah di masjid itu bersama-sama dengan imam masjid.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,





 

 Sumber asli : www.rumahfiqih.com oleh : Ustazd Ahmad Sarwat, Lc., MA 


Baca Selengkapnya


ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين

BANJIR

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم


BANJIR MELANDA PP.DARUSY SYAFIIYAH

Sudah beberapa pekan lamanya Masayarakat Jambi dilanda Banjir, ribuan rumah, hektaran sawah dan kebun tidak luput dari rendaman banjir, begitu juga Pondok Pesantren Darusy Syafiiyah tak luput dari serangan Banjir hingga menyebabkan aktifitas belajar terganggu karena sebagian asrama/pemondokan santri telah terendam banjir, dengan terpaksa sebagian santri di anjurkan untuk pulang kekampung halaman, dan sebagian lagi mengungsi pada tempat yang tinggi yang tidak terkena banjir, bahkan ruang belajarpun digunakan untuk tempat pengungsian santri, berikut hasil dokumetasi admin :

 Asrama Santri Terendam Banjir


Air Yang Hampir Merendam Akses Jalan

Banjir Merendam Rumah Warga Sekita Pontren

 Pemondokan Santri terkena Banjir
Baca Selengkapnya


ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين

Qoidah Usul Fiqh

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم






اْلأُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا

Segala sesuatu tergantung niatnya.”

اَلْيَقِيْنُ لاَيُزَالُ بِالشَّكِّ

Yakin itu tidak dapat dihilangkan dengan kebimbangan.”

اَلْمَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ

Keberatan itu bisa membawa kepada mempermudah.”

اَلضَّرَرُ يُزَالُ

Madharat itu dapat dihapus.”

اَلْعَادَةُ الْمُحَكَّمَةُ

Adat kebiasaan itu ditetapkan.”

اْلإِجْتِهَادُ لاَيُنْقَضُ بِاْلإِجْتِهَادِ

Ijtihad itu tidak diubah dengan ijtihad.”

إِذَا اجْتَمَعَ الْحَلاَلُ وَالْحَرَامُ غُلِبَ الْحَرَامُ

Manakala halal dan haram itu berkumpul, maka yang haram dimenangkan.”

اَلتَّابِعُ تَابِعٌ

Pengikut itu mengikuti.”

تَصَرُّفُ اْلإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ

Kebijakan imam/kepala negara terhadap rakyat itu harus dihubungkan dengan kemaslahatan.”

اْلإِيْثَارُ بِالْقُرْبِ مَكْرُوْهٌ

Mempersilahkan orang lain dan mengabaikan diri sendiri dalam hal taat itu makruh.”

اَلْحُدُوْدُ تَسْقُطُ بِالشُّبُهَاتِ

Tuntutan hukum ( had ) itu bisa gugur karena ketidak jelasan ( syubhat ).”

اَلْحُرُّ لاَيَدْخُلُ تَحْتَ الْيَدِ

Orang merdeka itu tidak masuk dibawah tangan ( tidak dikuasai, tidak di bawah perlindungan ).”

حَرِيْمُ الشَّيْءِ بِمَنْزِلَتِهِ

Yang melingkupi sesuatu itu menempati tempatnya sesuatu itu.”

إِذَا اجْتَمَعَ أَمْرَانِ مِنْ جِنْسٍ وَاحِدٍ وَلَمْ يَخْتَلِفْ مَقْصُوْدُهُمَا دَخَلَ أَحَدُهُمَا فىِ اْلأٰخَرِ غَالِبًا

Manakala dua perkara dari satu jenis berkumpul, padahal tidak ada perbedaan maksud keduanya, maka pada ghalibnya satu diantaranya masuk pada yang lain.”

إِعْمَالُ اْلَكَلامِ أَوْلىٰ مِنْ إِهْمَالِهِ

Mengucapkan ucapan itu lebih utama daripada mengabaikannya.”

اَلْحَرَاجُ بِالضَّمَانِ

Hasil ( manfaat itu imbangi ) dengan tanggungan


اَلْخُرُوْجُ مِنَ الْخِلاَفِ مُسْتَحَبٌّ

Keluar dari khilaf ( menjaga agar perbedaan pendapat tidak terlalu tajam ) adalah disenangi / mustahab.”

اَلدَّفْعُ أَقْوٰى مِنَ الرَّفْعِ

Menolak itu lebih kuat daripada menghilangkan.”

اَلرُّخَصُ لاَتُنَاطُ بِالْمَعَاصِى

Kemurahan itu tidak dapat dihubungkan dengan maksiat.”

اَلرُّخَصُ لاَتُنَاطُ بِالشَّكِّ

Kemurahan itu tidak bisa digantungkan dengan keraguan.”

اَلرِّضَا بِالشَّيْءِ رِضَا بِمَا يُتَوَلَّدُ بِهِ

Ridha terhadap sesuatu berarti ridha terhadap apa yang timbul daripadanya.”

اَلسُّؤَالُ مُعَادٌ فىِ الْجَوَابِ

Pertanyaan itu diulang dalam jawaban.”

لاَيُنْسَبُ إِلىَ سَاكِنٍ قَوْلٌ

Yang diam tidak dapat dianggap bicara.”

مَاكَانَ أَكْثَرَ فِعْلاً كَانَ أَكْثَرَ فَضْلاً

Apa yang lebih banyak pekerjaannya lebih banyak pula pahalanya.”

اَلْمُتَعَدِّى أَفْضَلُ مِنَ الْقَاصِرِ

Amal yang merembet itu lebih baik daripada amal yang tidak merembet.”

اَلْفَرْضُ أَفْضَلُ مِنَ النَّفْلِ

Fardlu itu lebih utama dari pada sunnah.”

اَلْفَضِيْلَةُ الْمُتَعَلِّقَةُ بِذَاتِ الْعِبَادَةِ أَوْلىٰ مِنَ الْمُتَعَلِّقَةِ بِمَكَانِهَا

Fadhilah yang berhubungan dengan dzat ibadah itu sendiri, lebih utama daripada fadhilah ibadah yang berhubungan dengan tempatnya.”

اَلْوَاجِبُ لاَيُتْرَكُ إِلاَّ لِوَاجِبٍ

Wajib itu tidak dapat dihilangkan kecuali karena wajib.”

مَا أَوْجَبَ أَعْظَمَ اْلأَمْرَيْنِ بِخُصُوْصِهِ لاَ يُوْجِبُ أَهْوَنَهُمَا بِعُمُوْمِهِ

Sesuatu yang dengan kekhususannya telah menetapkan yang lebih besar di antara dua perkara, tidak dapat menetapkan yang lebih ringan dengan keumumannya.”

مَا ثَبَتَ بِالشَّرْعِ مُقَدَّمٌ عَلَى مَا ثَبَتَ بِالشَّرْطِ

Sesuatu yang ditetapkan dengan syara’ itu didahulukan atas sesuatu yang ditetapkan dengan syarat.”

مَاحُرِمَ اسْتِعْمَالُهُ حُرِمَ أَخْذُهُ

Sesuatu yang haram digunakan, haram pula disimpan.”

مَا حَرُمَ أَخْذُهُ حَرُمَ إِعْطَاؤُهُ

Apa yang haram mengambilnya, haram pula memberikannya.”

اَلْمَشْغُوْلُ لاَيُشْغَلُ

Yang sudah dipekerjakan tidak dapat dipekerjakan lagi.”

اَلْمُكَبَّرُ لاَيُكَبَّرُ

Yang sudah dibesarkan tidak dibesarkan ( lagi

مَنِ اسْتَعْجَلَ شَيْئًا قَبْلَ أَوَانِهِ عُوْقِبَ بِحِرْمَانِهِ

Barang siapa terburu-buru mencapai sesuatu sebelum waktunya, maka dia tersiksa dengan tidak memperoleh sesuatu itu.”

اَلنَّفْلُ أَوْسَعُ مِنَ الْفَرْضِ

Sunnah itu lepas daripada fardlu.”

اَلْوِلاَيَةُ الْخَاصَّةُ أَقْوٰى مِنَ الْوِلاَيَةِ الْعَامَّةِ

Wilayah ( kekuasaan ) khusus itu lebih kuat daripada wilayah umum

لاَ عِبْرَةَ بِالظَّنِّ الْبَيِّنِ خَطَاؤُهُ

Sangkaan yang jelas keliru, tidak dihiraukan.”

اْلإِشْتِغَالُ بِغَيْرِ الْمَقْصُوْدِ إِغْرَاضٌ عَنِ الْمَقْصُوْدِ

Masalah yang masih diperselisihkan tidak diingkari, sedangkan yang diingkari adalah yang telah disepakati.”

لاَ يُنْكَرُ اَلْمُخْتَلَقُ فِيْهِ وَاِنَّماَ يُنْكَرُ اْلمُجْمَعُ عَلَيْهِ

Masalah yang masih diperselisihkan, tidak diingkari sedangkan yang diingkari adalah yang telah disepakati

يَدْ خُلُ اْلقَوِيُّ عَلىَ الضَّعِيْفُ وَلاَ عَكْسَ

Yang kut dapat masuk pada yang lemah, dan tidak sebaliknya

يُغْتُفَرُ فيِ اْلوَساَئِلِ ماَ لاَيُغْتَفَرُ فيِ اْلمَقاَصِدِ

Sesuatu yang ketika menjadi tujuan tidak diampuni, diampuni ketika menjadi lantaran

اَلْمَيْسُوْرُ لاَيَسْقُطُ بِاْلمَعْسُوْرِ

Manakala kuperintahkan kalian dengan sesuatu perkara, maka laksakanlah sebisa mungkin kalian

ماَ لاَيَقْبَلُ التَّبْعِيْضُ فاَخْتِياَرُ بَعْضِهِ كاَخْتِياَرِ كُلِّهِ وَإِسْقاَطِ بَعْضِهِ كاَِسْقَطِ كُلِّهِ

Sesuatu yang tidak bisa dibagi itu, meimilih sebagiannya berarti mengugurkan seluruhnya.”

إِذاَ اْجتَمَعَ السَّبَبُ أَوِ اْلغُرُوْرُ وَاْلمُباَشَرَةُ قُدِمَتْ اَلْمُباَشَرَةُ

Manakala terkumpul sebab atau tipuan dengan pelaksanaan, maka pelaksanaan didahulukan.”

Baca Selengkapnya


ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين